Rabu, 25 Desember 2013

KUNCI SUKSES MEMIMPIN SEKOLAH

      
Tugas Mata Kuliah Kepemimpinan Pendidikan
 
 
          Dewasa ini sejumlah pembaruan sedang diayunkan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Fokus pembaruan diletakkan pada tingkat sekolah. Karena disadari bahwa sekolah merupakan gardan terdepan dalam meningkatkan mutu pendidikan. Sekolah merupakan sebuah sistem yang tersusun dari komponen konteks, input, proses, output dan outcame. 
Penjaminan mutu merupakan  kata kunci yang menjadi fenomena dalam dunia pendidikan, hal ini terjadi seiring dengan terbitnya Undang-Undang Nomor  20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar nasional pendidikan. Implementasi dari kedua payung hukum tersebut di lakukan oleh pemerintah, antara lain dengan terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional  Nomor  13 tahun 2007  tentang Standar Kompetensi Kepala Sekolah. Salah satu isi dari PerMendiknas tersebut adalah kompotensi manajerial, kepemimipinan merupakan standar kompetensi yang harus dimiliki oleh kepala sekolah. Disamping itu pelaksanaan Otonomi Daerah mengharuskan kepala sekolah untuk mampu menyesuaikan dengan situasi dan kondisi peraturan yang berlaku di daerah masing masing.
     Atas dasar pokok pikiran tersebut maka kepala sekolah harus mempunyai ketrampilan dalam bidang kepemimpinan. Sekolah dasar merupakan salah satu organisasi pendidikan yang utama dalam jenjang pendidikan dasar. Dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 28 tahun 1990 telah disebutkan bahwa pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara, dan anggota umat manusia, serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah. Berdasarkan rumusan tersebut, dapat digarisbawahi bahwa sekolah dasar sebagai lembaga pendidikan dasar diharapkan bisa berfungsi sebagai: (1) peletak dasar perkembangan pribadi anak untuk menjadi warga negara yang baik, (2) peletak dasar kemampuan dasar anak, dan (3) penyelenggara pendidikan awal untuk persiapan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yaitu pendidikan menengah. Kemampuan dasar utama yang diberikan kepada anak sekolah dasar adalah kemampuan dasar yang membuat bisa berpikir kritis dan imajinatif yang tercermin dalam modus kemampuan menulis, berhitung dan membaca. Ketiga aspek kemampuan dasar tersebut merupakan kemampuan utama yang dibutuhkan dalam abad informasi. Sekolah dasar merupakan salah satu organisasi pendidikan yang utama dalam jenjang pendidikan dasar. Dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 28 tahun 1990 telah disebutkan bahwa pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara, dan anggota umat manusia, serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah.
       Berdasarkan rumusan tersebut, dapat digarisbawahi bahwa sekolah dasar sebagai lembaga pendidikan dasar diharapkan bisa berfungsi sebagai: (1) peletak dasar perkembangan pribadi anak untuk menjadi warga negara yang baik, (2) peletak dasar kemampuan dasar anak, dan (3) penyelenggara pendidikan awal untuk persiapan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yaitu pendidikan menengah. Kemampuan dasar utama yang diberikan kepada anak sekolah dasar adalah kemampuan dasar yang membuat bisa berpikir kritis dan imajinatif yang tercermin dalam modus kemampuan menulis, berhitung dan membaca. Ketiga aspek kemampuan dasar tersebut merupakan kemampuan utama yang dibutuhkan dalam abad informasi. Keberhasilan organisasi sekolah banyak ditentukan keberhasilan kepala sekolah dalam menjalankan peranan dan tugasnya. Peranan adalah seperangkat sikap dan perilaku yang harus dilakukan sesuai dengan posisinya dalam organisasi. Peranan tidak hanya menunjukkan tugas dan hak, tapi juga mencerminkan tanggung jawab dan wewenang dalam organisasi.
        Ada banyak pandangan yang mengkaji tentang peranan kepala sekolah dasar. Campbell, Corbally & Nyshand (1983) mengemukakan tiga klasifikasi peranan kepala sekolah dasar, yaitu: (1) peranan yang berkaitan dengan hubungan personal, mencakup kepala sekolah sebagai figurehead atau simbol organisasi, leader atau pemimpin, dan liaison atau penghubung, (2) peranan yang berkaitan dengan informasi, mencakup kepala sekolah sebagai pemonitor, disseminator, dan spokesman yang menyebarkan informasi ke semua lingkungan organisasi, dan (3) peranan yang berkaitan dengan pengambilan keputusan, yang mencakup kepala sekolah sebagai entrepreneur, disturbance handler, penyedia segala sumber, dan negosiator.
          Berdasarkan landasan teori tersebut, dapat digaris bawahi bahwa tugas-tugas kepala sekolah dasar dapat diklasifikasi menjadi dua, yaitu tugas-tugas di bidang administrasi dan tugas-tugas di bidang supervisi. Tugas di bidang administrasi adalah tugas-tugas kepala sekolah yang berkaitan dengan pengelolaan bidang garapan pendidikan di sekolah, yang meliputi pengelolaan pengajaran, kesiswaan, kepegawaian, keuangan, sarana-prasarana, dan hubungan sekolah masyarakat. Dari keenam bidang tersebut, bisa diklasifikasi menjadi dua, yaitu mengelola komponen organisasi sekolah yang berupa manusia, dan komponen organisasi sekolah yang berupa benda.Tugas di bidang supervisi adalah tugas-tugas kepala sekolah yang berkaitan dengan pembinaan guru untuk perbaikan pengajaran. Supervisi merupakan suatu usaha memberikan bantuan kepada guru untuk memperbaiki atau meningkatkan proses dan situasi belajar mengajar. Sasaran akhir dari kegiatan supervisi adalah meningkatkan hasil belajar siswa.
             Istilah kepemimpinan bukan merupakan istilah baru bagi masyarakat. Di setiap organisasi, selalu ditemukan seorang pemimpin yang menjalankan organisasi. Pemimpin berasal dari kata “leader” yang merupakan bentuk benda dari “to lead” yang berarti memimpin. Untuk memahami pengertian kepemimpinan secara jelas, maka perlu dikaji beberapa definisi yang dikemukakan para ahli kepemimpinan. Keberhasilan kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya banyak ditentukan oleh kepemimpinan kepala sekolah. Kepemimpinan merupakan faktor yang paling penting dalam menunjang tercapainya tujuan organisasi sekolah. Keberhasilan kepala sekolah dalam mengelola kantor, mengelola sarana prasarana sekolah, membina guru, atau mengelola kegiatan sekolah lainnya banyak ditentukan oleh kepemimpinan kepala sekolah. Apabila kepala sekolah mampu menggerakkan, membimbing, dan mengarahkan anggota secara tepat, segala kegiatan yang ada dalam organisasi sekolah akan bisa terlaksana secara efektif. Sebaliknya, bila tidak bisa menggerakkan anggota secara efektif, tidak akan bisa mencapai tujuan secara optimal. Untuk memperoleh gambaran yang jelas, bagaimana peranan kepemimpinan dalam pengelolaan sekolah, maka perlu diuraikan tentang kunci sukses kepemimpinan kepala sekolah.

Kepemimpinan Kepala Sekolah  Yang Sukses
          Kepemimpinan kepala sekolah yang baik dapat membuat anggota menjadi percaya, loyal, dan termotivasi untuk melaksanakan tugas-tugas organisasi secara optimal. Untuk itu, keberhasilan kepemimpinan kepala sekolah dapat dilihat dari performansi anggota. Salah satu faktor yang menunjukkan performansi anggota adalah semangat kerjanya. Semangat kerja bisa juga diartikan kegairahan kerja. Semangat kerja merupakan salah satu faktor utama yang menentukan terhadap keberhasilan pelaksanaan tugas. Bila seseorang memiliki semangat kerja yang tinggi akan melaksanakan tugas secara optimal. Sebaliknya, bila seseorang kurang memiliki semangat kerja yang baik, tidak akan bisa melaksanakan tugas secara optimal.
          Kepala Sekolah harus memiliki kelebihan dibandingkan dengan wakil dan staf pengajarnya, termasuk komunitas sekolah lainnya. Dari hasil penelusuran terhadap sejumlah referensi ada kunci-kunci paling fundamental yang membentuk inerja kepala sekolah yang sukses dalam memimpin sekolahnya. Berikut ini akan disajikan knci-knci tersebut. Kunci-kuci ini diharapkan memberi kepala sekolah suatu gambaran umum mengenai dasar-dasar pemikiran tentang upaya mewujudkan pribadi yan cerdas dan sukses. Kunci-kunci diharapkan mampu mendorong kepala sekolah dan komunitasnya untuk menghadapi dan keluar dari kemelut aneka krisis yang mungkin menimpa sekolah.
Kunci Sukses Kepemimpinan Kepala Sekolah :

1. Mempercayai staf pengajar
              Seorang kepala sekolah sangatlah penting mempercayai staf pengajar. Demikian halnya juga, sangat penting bagi kepala sekolah mempercayai wakilnya. Kepercayaan semacam ini sulit ditemukan pada pribadi kepala sekolah yang ingin mengarahkan sendiri setiap aspek teknis dari sekolahnya. Kepala sekolah semacam itu sangat enggan atau sulit menyerahkan kepercayaan kepada wakil atau staf pengajarnya, maupun komunitas sekolah lainnya. Akibatnya kepala sekolah agar memberi peluang kepada wakil dan staf pengajar untuk mewujudkan bakat-bakat kreatif yang ada ada mereka secara penuh. Untuk menjadi kepala sekolah yang efektif terutama pada sekolah yang besar, kepala sekolah tidak boleh sepertiitu. Sampai batas tertentu dia harus mempercayai staf pengajarnya. Kepercayaan ini perlu diseimbangkan dengan kesediaan untuk mengganti staf pengajar yang memang tidak bisa dipercaya, jika diperlukan dan memaksa, serta untuk mengambil keputusan-keputusan yang berat lainnya. Tanpa kepercayaan sikap yang saling menghargai antara kepala sekolah dan staf pengajar, atau antara kepala sekolah dengan wakilnya, sekolah yang bersangkutan akan terancam kombinasi kinerja yang buruk dan moral yang rendah. Kondisi ini akan menyebabkan sekolah tetap terjebak pada situasi krisis dan tidak akan mampu mendongkrak hasil belajar siswa. 
       
 2. Mendelegasikan Tugas Dan Wewenang 
                   Kepala sekolah harus mendukung upaya pemecahan setiap permasalahan, tetapi dia tidak perlu memecahkan persoalan itu sendiri atau secara langsung, tetapi dapat menyerahkan tugas dan wewenang tersebut kepada wakil atau staf pengajarnya. Dengan demikian, bial masalah itu berhasil dipecahkan, staf pengajar akan memperoleh kepuasan batin yan besar dan ini sangat penting untuk merangsang motivasi dan rasa percaya diri mereka melakuka segala macam tugas dan pekerjaan sera memecahkan berbagai persoalan sendiri secara lebih baik. Meskipun sebenarnya kepala sekolah mampu mengatasi sendiri kesulitan itu lebih cepat, tetap akan lebih baik jika dia menyerahkan kepada wakil atau stafnya sebagai bahan pelatihan. Tentu saja ada kasus-kasus tertentu yang harus dikecualikan. Jika kesulitan itu begitu sulit dan berbahaya sehingga secara langsung mengancam kelanggengan sekolah, jika memang staf pengajar belum bisa diserahi tugas dan wewenang untuk mengatasinya, atau apabila yang bisa mengatasi suatu masalah memang hanya kepala sekolah, barulah dia turun tangan secra langsung dengan memberi kesempatan seluas-luasnya kepada wakil dan staf pengajar untuk mengatasi sendiri kesulitan sendiri yang timbul, kepala sekolah dalam waktu bersamaan telah mendorong dan memupuk pertumbuhan sekolah.    
 
 3. Adiraga
                Kepala sekolah tidak harus besar, tinggi, ganteng, berotot dan berkumis, tidak pula harus wanita cantik, tinggi semampai laksana bintang iklan, namun demikian, untuk menjadi kepala sekolah harus kuat secara fisik yang disebut harus adiraga. Tuntutan terhadap kepala sekolah terutama yang memimpin sekolah yang besar sangat berat. Sebaik apapun jadwal kerja harian. Mingguan, bulanan, atau bahkan tahunan yang telah disusunnya, selalu saja ada saat-saat diaman tuntutan dan tekanan kerja terasa begitu berat dipikul, namun demikian, seberata tau sepusing apapun kepala sekolah harus tetap mencadangkan energi dan kreatifitasnya untuk menghadapai berbagai masalah yang rumit, krisis, dan pilihan keputusan yang menentukan. Program pembinaan serta pemeliharaan kesegaran jasmani dan intelektual sangat perlu dijalani demi terjaganya stamina kepala sekolah, khususnya dimasa-masa krisis.   
 
 4. Membagi Dan Memanfaatkan Waktu
                  Salah satu kelemahan utama sebagian besar kepala sekolah adalah kurannya disiplin dalam memanfaatkan setiap waktu dalam memanfaatkan setiap waktu dalam masing-masing kegiatan dalam jadwal kerja yang telah mereka susun sendiri. Artinya, jadwal yang mereka susun demikian padat, sehingga begitu sibuknya dan tidak sempat melakukan refleksi mendalam atau memformulakan perencanaan strategis. Perlu kepala sekolah camkan bahwa jam kerja yang panjang dan tingkat kesibukan yang luar biasa bukanlah ukuran efektifitasnya. Tradisi etos kerja yang diwarisi olehnya justru seringkali bersifat disfungsional atau merugikan. Mereka harus mampu mengelolah jadwal kerja mereka sendiri, bukannya justru diperbudak olehnya. 
  
 5. Tanpa Toleransi Atas Ketidakmampuan
                 Kepala sekolah harus bersedia menetapkan standar-standar tertentu mentaati dan memberlakukannya tanpa pandang bulu pada wakil dan seluruh staf. Kepala sekolah arus selalu memikul tanggung jawab utama terhadap keberhasilan dan terselesaikannya suatu misi. Mereka yang menghambat dan tidak mampu menunjukkan perbaikan jelas merugikan sekolah. Kepala sekolah harus memberhentikan atau mnegurangu tanggung jawab mereka yang menghalangi atau memperlambat upaya atau keberhasilan suatu sekolah. Tanggung jawab utama kepala sekolah adalah kepada institusi secara keseluruhan, bukan pada staf pengajar semata. Demikian pula setiap individu yang tidak kompeten dalam kepala sekolah terpaksa menyingkir. Karena kepentingan sekolah tidak menerima ketidakmampuan atau inkompetensi secara terus menerus, jika yang harus diberhentikan adalah mereka yang memegang posisi atau jabatan kunci misalnya wakil kepala atau bidang ahli ada baiknya jika kepala sekolah melakukan pendekatan secara pribadi.

6.  Peduli Pada Staf Pengajar
            Kepala sekolah tidak boleh menganak emaskan staf pengajarnya yang berprestasi saja, tetapi juga harus memperhatikan semua bawahannya yang menunjukkan prestasi dan sikap yang baik serta memilii komitmen yan kuat terhadap pencapaian tujuan bersama. Kepala sekolah tidak boleh menyerahkan penyusunan evaluasi prestasi dan efektifitas staf pengajar kepada mereka sendiri. Karena, mereka yang tergolong asal bapak senang (ABS) akn melebih – lebihkan. Sedangkan yang rendah hati akan menulis sekedarnya, keduanya tidak baik karna tidak mencerminkan kondisi yang sebenarnya. Jadi kepala sekolah harus mnyusun sendiri untuk menjamin agar laporan evaluasi dan benar-benar objektif dan cermat.
  
 7. Membangun Visi
                 Kepala sekolah mempunyai visi yang jelas tentang sekolahnya. Kepala sekolah yang tidak mampu bertindak sebagai perencana yang baik, sebenarnya tidak lebih dari petugas pelaksanan, pengawas teknis dan tukang perintah. Meskipun mereka dapat menjalankan roda sekolahnya tanpa fungsi perencanaan yang menyangkut penentuan tujuan berikut suatu visi strategis, berarti kepala sekolah telah gagal melaksanakan tugas jangka panjangnya. Kepala sekolah yang sepenuhnya menyadari misinya serta nasib staf pengajarnya pasti ingin mengembangkan sekolahnya. Bila suatu saat dia harus pergi, kondisi sekolah pada saat ditinggalkannya tetap jauh lebih baik dan memiliki arah strategis yang lebih pasti dibandingkan dengan kondisi saat ia memulai kepemimpinannya. Perencanaan yang baik, penemuan tujuan secara pasti dan pengurutan skala prioritas akan dapat mewujudkan hal itu, dan sekaligus menciptakan kesinambungan.
         
 8. Mengembangkan Tujuan Insitusi  
                 Manusia sukses memiliki ambisi meskipun tidak boleh ambisius secara membabi buta. Tidak jarang kepala sekolah memaksakan ambisi pribadinya yang menggebu-gebu untuk memastikan bahwa pengembangan dan pematangan sekolahnya menuju tingkat kemajuan, prestasi dan kinerja yang lebih tinggi akan berlangsung secara cermat dan sistematis. Kepala sekolah yang baik adalah mereka yang mau mengakui kesalahannya. Kepala sekolah yang terlalu ambisius pada akhirnya akan merugikan kepala sekolah itu sendiri, kepala sekolah akan sulit bekerja sama dengan kominutas sekolah lain, padahal pengembangan sekolah memerlukan kerjasama, akibatnya bukan menjadi sumber pemecah masalah, melainkan sumber masalah itu sendiri. Sosok Kepala sekolah yang disukai adalah mereka yang mau mengesampingkan keakuannya sendiri.
 
 9.  Cekatan, Tegas Dan Sabar 
                 Kepala sekolah harus mendengarkan pendapat adan pandangan dari pelbagai pihak sebelum mengambil keputusan. Kadang-kadang jika situasinya memaksa, dia perlu menunda keputusan penting untuk beberapa saat sembari mencari informasi tambahan yang sekiranya bermanfaat. Kepala sekolah harus sabar menunggu saat yang benar-benar tepat. Meskipun demikian, dia tetap harus cekatan, cepat dan tegas dalam membuat keputusan. Setiap lembaga atau sekolah memerlukan keputuan yang tepat dan cepat. Jadi, yang dibutuhkan adalah kepala sekolah yang sabar sekaligus tegas dalam mengambil keputusan.
                       Karena keputusan itu nantinya berlaku untuk semua pihak, sedapat mungkin kepala sekolah harus berkonsultasi dengan sebanyak mungkin pihak untuk mendengarkan pelbagai pendapat, reaksi, koreksi, keberatan, tambahan masikan dan sebagainya dari staf pengajar, wakilnya, pejabat atau petugas pelaksana. Setiap rsiko harus diperhitungkan. Kalau memang masalahnya sangat peka, tidak ada salahnya jika kepala sekolah menunda dulu keputusan itu. Sikap untuk yidak mengambil keputusan sebenarnya juga merupakan suat bentuk keputusan tersendiri.            Disamping itu kepala sekolah juga harus mengetahui sepenuhnya bagaimana cara mengimplementasikan atau menerapkan keutusan-keputusan yang telah ditetapkan. Keputusan yang implementasinya buruk tidak akan banyak membuahkan manfaat. Kepala sekolah harus mampu menyiapkan suatu sistem atau mekanisme implementasi untuk menjamin bahwa keputusan tidak sekedar dilaksanakan, tetapi benar-benar dilaksanakansepenuhnya, baik substansi maupun kandungan semangatnya.

10. Berani Instopeksi
               Menginstropeksi diri merupakan keharusan bagi semua orang, apalagi bagi yang menduduki posisi pimpinan. Kepala Sekolah yang harus senantiasa melakukan instropeksi untuk mengetahui segenap kekuatan serta kelemahan diri. Dia harus sering mengevaluasi tindakannya, kalau-kalau ada yang keliru. Pimpinan harus mau dan mampu mencerminkan serta menentukan apa yang salah dan apa yang benar dari dirinya pada hari ini, keputusan mana yang perlu ditinjau kembali, serta sejauh mana kedekatannya dengan staf pengajar.

11. Memiliki Konsistensi
         Memegang komitmen merupakan cerminan martabat dan harga diri seseorang. Kepala sekolah harus berhati-hati dalam membuat komitmen. Sekali membuat komitmen dia harus mempertahankannya, tidak peduli apakah dia telah dihadang oleh masalah kesehatan, masalah keluarga, masalah lembaga atau krisis lainnya. Keadaan atau keteguhan pada komitmen adalah suatu karakteristik yang mutlak harus dimilikinya.
Kepala Sekolah harus memiliki kemantapan sikap dan konsistensi. Kepala sekolah perlu bersifat fleksibel dan tidak kaku, namun koherensi atau kemantapan sikap dan konsistensi harus perlu dipelihara.

12.  Bersikap Terbuka
             Kepala sekolah yang terbaik adalah yang pikirannya selalu terbuka, selalu bersedia mendengarkan dari sudut pandang yang baru dan selalu bersemangat menangani hal-hal yang belum pernah ditemui sebelumnya.
Meskipun sudah menetapkan keputusan, kepala sekolah yang baik tetap bisa bersedia mendengarkan pendapat maupun kritikan yang menentang keputusannya itu dan menyimak pendekatan-pendekatan baru yang muncul. Kepala sekolah memnag tidak boleh terlalu sering meninjau kembali keputusan yang sudah diambilnya, karena itu akan mengancam konsistensi keputusan. Akan tetapi dia juga salah kalau sama seklai tidak pernah mengadkan peninjauan ulang atas keputuan yang telah dibuat, karena itu menumbuhkan sifat kaku dan infleksibel yang pada akhirnya akan sama berbahayanya bagi sekolah.

13. Berjati Diri Tinggi
              Manusia yang baik memiliki jati diri yang jelas, demikian pula kepala sekolah yang baik, jatidirinyapun sangat jelas. Bila sekolah berhasil menetapkan dan mempertahankan standar jatidiri dan kehormatan yang tinggi, segenap anggotanya akan sangat bangga dan bahagia. Individu yang paling bertanggung jawab untuk mewujudkan hal itu adalah kepala sekolah. Peranan kepala sekolah memang sangat luas jangkauannya.
Kepala sekolah lah yang harus memberikan teladan tentang bagaimana berpakaian yang rapi bersikap sopan, bergaul secara baik, memperhatikan tatakrama, mencegah kenngkuhan dan menghindari kesombongan bagaimana caranya menggalang kegotongroyongan dan memupuk suasana kekeluargaan, menjalin relasi, familiaritas antraa sesama anggota sekolah. Antara lain dengan menumbuhkan sikap tolong menolong bagaimana menyambut anggota baru secara hangat dan sebagainya. Jika semua itu terbina dengan baik moral kerja dan kinerja sekolah secara keseluruhan akan terjaga bahkan meningkat.




DAFTAR PUSTAKA   
Bafadal, I & Imron, A. 2004. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Malang: Kerjasama FIP UM dan Ditjen-Dikdasmen.
Danim, Sudarwan & Suparno. 2009. Manajemen Dan KepemimpinanTransformasional Kekepalasekolahan. Jakarta: Rineka Cipta.
Depdiknas. 2002. Manajemen Berbasis Sekolah untuk Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Depdiknas. 2003. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Depdiknas, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Indrafachrudi, S. 1983. Pengantar Kepemimpinan Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Mulyasa, E. 2009. Menjadi Kepala Sekolah Professional. Bandung: Rosda.
Rohiat. 2008. Kecerdasan Emosional Kepala Sekolah. Bandung: Refika Aditama. 




Selasa, 19 Februari 2013

MODEL KEPEMIMPINAN

Model kepemimpinan didasarkan pada pendekatan yag mengacu ada hakikat kepemimpinan yang berlandaskan pada perilaku dan keterampilan seseorang yang berbaur kemudian membentuk gaya kepemimpinan yang berbeda.
Beberapa model yang menganut pendekatan ini diantaranya adalah sebagai berikut :
1.   Model Kepemimpinan Kontinum
Pemimpin mempengaruhi pengikutnya melalui beberapa cara, yaitu dari cara yang menonjolkan sisi ekstrim yang disebut dengan perilaku otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi ekstrim lainnya yang disebut dengan perilaku demokratis. Perilaku otokratis pada umumnya dinilai bersifat negatif, dimana sumber kuasa atau wewenang berasal dari adanya pengaruh pimpina, karena pemusatan kekuatan dan pengambilan keputusan ada pada dirinya serta memegang tanggung jawab penuh, sedangkan bawahannya dipengaruhi melalui ancaman dan hukuman. Selain bersifat negative, model kepemimpinan ini mempunyai manfaat antara lain, pengambilan keputusan cepat, dapat memberikan kepuasan pada pimpinan serta dapat memberikan rasa aman kepada bawahan. Selain itu, orientasi utama dari perilaku otokratis ini adalah pada tugas dan selalu memberikan arahan kepada bawahan (Wahab & Umiarso, 2009).
Perilaku demokratis, perilaku kepemimpinan ini memperoleh sumber kuasa atau wewenang yang berawal dari bawahan. Hal ini terjadi jika bawahan dimotivasi dengan tepat dan pimpinan dalam melaksanakan kepemimpinannya berusaha mengutamakan kerjasama dan team work untuk mencapai tujuan, dimana si pemimpin senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritik dari bawahannya. Kebijakan disini terbuka bagi diskusi dan keputusan kelompok (Engkoswara & Komariyah, 2010).
Namun, kenyataannya perilaku kepemimpinan ini tidak mengacu pada dua model perilaku kepemimpinan yang ekstrim di atas, melainkan memiliki kecenderungan yan terdapat diantara dua sisi ekstrim tersebut (Umiarso, 2009)

2.   Model Kepemimpinan Ohio
Dalam penelitiannya, Universitas Ohio melahirkan teori dua factor tentang model kepemimpinan yaitu struktur inisiasi dan konsiderasi. Struktur inisiasi mengacu kepada perlaku pemimpin dalam menggambarkan hubungan antara dirinya dengan anggota kelompok kerja dalam upaya membentuk pola organisasi, saluran komunikasi, dan metode atau prosedur yang ditetapkan dengan baik. Adapun konsiderasi mengacu kepada perilaku yang menunjukkkan persahabatan, kepercayaan timal balik, rasa hormat dan kehangatan dalam  hubungan antara pemimpin dengan anggota stafnya (bawahan). Adapun contoh dari factor konsiderasi misalnya; pemimpin menyediakan waktu untuk menyimak anggota kelompok, pemimpin mau mengadakan perubahan, dan pemimpin bersikap bersahabat dan dapat didekati. Sedagkan contoh untuk factor struktur inisiasi misalnya pemimpin menugaskan tugas tertentu kepada anggota kelompok, pemimpin meminta anggota kelompok mematuhi tata tertib dan peraturan standar, dan pemimpin memberitahu anggota kelompok tentang hal-hal yang diharapkan dari mereka (Umiarso, 2009). 

3.   Model Kepemimpinan Likert (Likert’s Management System)
Likert mengembangkan suatu pendekatan penting untuk memahami perilaku pemimpin. Ia mengembangkan teori kepemimpinan dua dimensi, yaitu orientasi tugas dan individu. Melalui penelitian ini akhirnya Likert berhasil merancang empat system kepemimpinan seperti yang diungkapkan oleh Thoha yang dikutip oleh E. Mulyasa yaitu system otoriter, otoriter yang bijaksana, konsultatif dan partisipatif (Umiarso, 2009).
Rensis Likert dalam penelitianya menemukan bahwa pengawas yang berorientasi pada karyawan mempunyai semangat kerja dan produktifitas lebih baik daripada yang berorientasi pada pekerjaan. Berdasarkan kategori tersebut, disusun model empat tingkatan efektivitas manajemen yaitu :
Sistem 1, pemimpin membuat keputusan sendiri tentang pekerjaan dan memerintah anggota untuk melaksanakannya berdasarkan standard an metode yang telah ditetapkan.
Sistem 2, pemimpin membuat keputusan sendiri dan memerintahkannya kepada anggota tetapi sudah mulai memberi kebebasan kepada anggota untuk memberikan komentar terhadap perintah-perintah. Dalam batas tertentu, anggota diberikan fleksibilitas dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Sistem 3, pemimpin membuat keputusan dan perintah setelah dilakukan diskusi. Pelaksanaan tugas dapat dilakukan berdasarkan cara anggota sendiri. Diberikan penghargaan untuk memotivasi kerja anggota.
Sistem 4, pemimpin telah melibatkan kelompok dalam kepemimpinannya. Anggota dipartisipasikan secara penuh dan diberi kepercayaan untuk bersama-sama mengembangkan organisasi. Penghargaan terhadap anggota tidak semata-mata dalam bentuk fisik tapi juga aktualisasi diri (Engkoswara & Komariah 2010). 

4.   Model Kepemimpinan Managerial Grid
Teori ini dikemukakan oleh Robert K. Blake dan Jane S. Mounton yang membedakan dua dimensi dalam kepemimpinan, yaitu concern for people dan concern for production. Pada dasarnya teori managerial grid ini mengenal lima gaya kepemimpinan yang didasarkan atas dua aspek utama tadi, yaitu, pertama menekankan pada produksi (tugas) dan yang kedua menekankan pada hubungan antar individu ( Rosmiati dan Dedi, 2010).
Perhatian pada produksi (tugas) adalah sikap pemimpin yang menekankan mutu keputusan, prosedur, mutu pelayanan staf, efisiensi kerja dan jumlah pengeluaran. Sedangkan perhatian kepada hubungan antar individu  adalah sikap pemimpin yang memperhatikan anak buah dalam rangka pencapaian tujuan (Umiarso, 2010 ).

5.   Model Kepemimpinan Kontingensi (Fiedler)
          Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya. Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations), struktur tugas (the task structure) dan kekuatan posisi (position power). Hubungan antara pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti petunjuk pemimpin. (wordpress.com/2012/02/15)
Dalam teori kontingensi (kemungkinan) ini variabel-variabel yang berhubungan dengan kepemimpinan dalam pencapaian tugas merupakan suatu hal yang sangat menentukan pada gerak akselerasi pencapaian tujuan organisasi. Dalam memunculkan teori ini, perhatian Fiedler adalah pada perbedaan motivasional dari pemimpin.
Menurut Fiedler hubungan pemimpin maupun yang dipimpin merupakan variabel yang terpenting dalam menentukan situasi yang menguntungkan. Derajat struktur tugas merupakan masukan kedua sangat penting bagi situasi yang menguntungkan dan kedudukan kekuasaan pemimpin yang diperoleh melalui wewenang merupakan dimensi ketiga dari situasi.
Berdasarkan pendapat Fiedler tersebut, maka situasi organisasi atau lembaga dikatakan menguntungkan dalam arti menentukan keberhasilan pimpinan jika :
  • Hubungan pimpinan dengan anggota bawahan baik, pemimpin disenangi oleh anggota kelompoknya dan ditaati segala perintahnya 
  • Struktur tugas – tugas terinci dengan jelas dan dipahami oleh anggota kelompok, setiap anggota memiliki wewenang dan tanggung jawab masing-masing secara jelas sesuai dengan fungsinya. 
  • Kedudukan kekuasaan formal pemimpin kuat dan jelas sehingga memperlancar usahanya untuk mempengaruhi anggota kelompoknya.
Dilihat dari tingkatannya masing-masing variabel dibedakan menjadi dua kategori sebagai berikut:
  • Hubungan pemimpin-anggota baik dan tidak baik 
  • Derajat struktur tugas tinggi dan rendah 
  • Kedudukan kekuasaan Pimpinan kuat dan lemah
Dengan perbedaan kategori tersebut kombinasi ketiga variable melahirkan adanya delapan type atau gaya kepemimpinan seperti gambar diatas. 

1. Model Kepemimpinan Situasional, Model ini merupakan teori yang dikembangkan oleh Hesey dan Blanchard yang berusaha menyatukan bersama pemikiran teorisi utama untuk menjadi teori kepemimpinan situsional berdasarkan perilaku. Artinya teori ini menekankan pada ciri-ciri pribadi pemimpin dan situasi, mengemukakan untuk mencoba dan mengukur atau memperkirakan ciri-ciri pribadi ini dan membantu pimpinan dengan garis pedoman perilaku yang bermanfaat yang didasarkan kepada kombinasi dan kemungkinan yang bersifat kepribadian dan situsional (Umiarso & Wahab, 2009) 

2. Kepemimpinan Tiga Dimensi, Model kepemimpinan ini dikembangkan oleh Redin. Model tiga dimensi ini pada dasarnya merupakan pengembangan dari model yang dikembangkan oleh Universitas Ohio dan model managerial Grid. Perbedaan utama dari dua mdel ini adalah penambahan satu dimensi pada model tiga dimensi yaitu dimensi efektivitas, sedangkan dua dimensi lainnya, yaitu dimensi perilaku hubungan dan dimensi perilaku tugas tetap sama. Intisari dari model ini terletak pada pemikiran bahwa kepemimpinan dengan kombinasi perilaku hubungan dan perilaku tugas dapat saja sama, namun hal tersebut tidak menjamin memiliki efektifitas yang sama  pula (Engkoswara & Komariah, 2010). 

3. Kepemimpinan Combat, Model kepemimpinan combat diangkat dari strategi pertempuran yang sering kali digunakan para jendral dalam peperangan. Dalam pertempuran banyak sekali hal yang tidak pasti sama halnya dalam organisasi yang memunculkan ketidakpastian . Oleh sebab itulah, maka model kepemimpinan yang dikembangkan banyak terinspirasi oleh pertempuran yang banyak memunculkan tindakan-tindakan nekad yang kadang diperlukan dengan menyadari terjadinya kemungkinan keberhasilan gemilang atau bahkan kegagalan yang sempurna (Engkoswara & Komariah, 2010).

Model kepemimpinan Combat yang dideskripsi oleh J. Salusu adalah sebagi berikut :
  1. Seorang pemimpin bersedia menanggun resiko seperti halnya kura-kura yang berani maju dengan memunculkan lehernya keluar. Berusaha menjadi innovator dan untuk itu perlu secara terus menerus belajar. 
  2. Segera bertindak, karena tanpa bergerak seorang tidak bias memimpin. Mengulur waktu berarti memberi peluang masuknya berbagai kemungkinan yang dapat menggagalkan strategi mencapai tujuan dan sasaran. Seorang pemimpin harus tahu kapan bertempur kapan mundur. 
  3. Memiliki harapan yang tinggi karena dengan mengharap organisasi memperoleh lebih banyak, seorang pemimpin akan berhasil paling tidak setengahnya. Harapan itu tentu diiringi dengan kemauan yang keras dan tindakan-tindakan yang penuh perhitungan. Tanpa mengharap sesuatu sang pemimpin tidak akan pernah berhasil. 
  4. Pertahankan sikap positip, selalu berfikir yang baik, angkatlah derajat setiap orang yang bekerja disekitar organisasi, karena masing-masing mempunyai peranan yang berarti dalam kehidupan organisasi. 
  5. Selalu berada didepan dan tidak menyuruh orang lain untuk maju lebih dulu. Memimpin didepan artinya menarik, bukan mendorong. Seorang pemimpin tidak dapat memimpin dari belakang. Memang dalam melakukan perundingan, sering kali pemimpin tertinggi tidak langsung maju, tetapi biasa diserahkan kepada para ahli runding.